Gagasan tentang hidup abadi atau menjadi immortal human tentulah sebuah keniscayaan ketika teknologi kesehatan telah semakin maju.
Gagasan ini memang telah menjadi keinginan atau cita-cita legendaris dalam sejarah umat manusia, seperti misalnya legenda tentang para ksatria Highlanders dari Skotlandia yang tidak bisa mati hingga kepalanya dipenggal oleh ksatria Highlanders lainnya.
Namun sebenarnya keinginan untuk hidup abadi ini harus dipahami bukan sekadar abadi fisik badaniah semata, tetapi abadinya sebuah pemikiran dan peradaban secara lintas generasi. Hal ini sejalan dengan pemikiran dari perspektif agama, bahwa semua pemuka agama atau nabi juga tidak abadi secara fisik. Para nabi juga akhirnya mati, tetapi ajaran dan pengalaman hidup yang penuh kebajikan justru terus menjadi inspirasi bagi manusia dari generasi ke generasi.
Jadi intinya adalah, yang perlu hidup lebih lama bukanlah fisik badaniah seorang manusia, tetapi gagasan kebaikan dan kebajikan yang akan membuat ras manusia tetap ada hingga ke akhir zaman. (ade)
Meski sebagian (kecil sekali) ahli biologi optimistis dengan "obat antimati", pada kenyataannya jalan menuju ke arah sana masih sangat jauh. Dengan demikian hal ini sangat spekulatif. Mungkin bahkan tidak (akan) ditemukan sama sekali.
Salah satu spekulasi seperti disitir oleh Yuval Noah Harari dalam bukunya Homo Deus, apa yang terjadi saat kita punya umur 150 tahun? “Kita akan menjadi makhluk yang paling lelah,” kata dia.
Bagaimana tidak lelah jika kita tetap fit dan baru pensiun saat berumur 130 tahun? Itu artinya kita berangkat ke kantor selama 108 tahun. Jika menikah saat berumur 25, maka kita akan bersama pasangan yang sama selama 125 tahun.
Bukan hanya terus menerus bekerja, kita harus terus belajar karena pekerjaan di masa depan akan terus berubah dengan banyak hal baru.
Belum lagi kalau kita mendapat trauma saat berusia 30 tahun. Itu artinya selama 120 tahun kita akan selalu ingat dan dihantui oleh kenangan buruk itu.
Yuval berspekulasi dengan sejumlah pertanyaan apa jadinya dunia jika hal itu terjadi. Sesungguhnya dia sedang memakai logika masa kini (ketika manusia fana) untuk situasi yang berbeda (ketika manusia kekal).
Sejumlah logika mungkin akan berubah. Misalnya, karena manusia tidak akan mati, maka jumlah penduduk bumi tidak berkurang. Akibatnya, bumi akan semakin sesak. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah ketika menjadi makhluk abadi manusia masih mau beranak pinak?
Bisa jadi, hal itu sudah tidak diinginkan lagi, karena keinginan untuk mewariskan kehidupan sudah tidak ada lagi. Untuk apa mewariskan kehidupan jika kita bisa menikmatinya sendiri? Logika lain yang mungkin berubah, tentang Hitler dan manusia lain yang penuh kebencian dan ingin perang. Kalau mereka tidak mati, mereka akan terus berkuasa. Mungkin saja itu berubah, karena orang yang abadi (tidak bisa mati karena sesbab alami) tidak ingin mempertaruhkan keabadaiannya dengan menciptakan perang (yang bisa membunuh mereka).
Mereka mungkin akan mempertahankan kedamaian dunia agar bisa terus hidup.
Jadi, sebaiknya tunggu saja sebelum berspekulasi. (ade)