Rekening pribadi tidak boleh dipakai untuk menggalang dana atau barang dari masyarakat. Karena menurut ketentuan Undang-Undang No 9 Tahun 1961 Pengumpulan Uang dan Barang (PUB), penggalang dana tidak boleh atas nama pribadi. Dan juga harus berizin dari Kementerian Sosial. Yang menggalang dana juga harus sebuah lembaga.
Berangkat dari aturan itu maka siapapun tidak boleh menggalang dana masyarakat lewat rekening pribadi dan tanpa izin. Terlepas dananya disalurkan atau tidak, penggalangan dana atas nama pribadi tak dibolehkan.
Bila melanggar ketentuan itu tentu ada sanksinya. Namanya undang-undang, bila dilanggar pasti ada sanksinya. Sanksi itu bisa perdata dan juga bisa pidana. Bila terjadi penggelapan dana publik, tergolong tindak pidana.
Undang-undang (UU) yang berlaku sekarang harus direvisi, bahkan sudah harus dibuat UU baru karena yang sekarang sudah sangat lama umurnya, sejak 1961. Jadi sudah sangat ketinggalan zaman. Sementara itu dinamika masyarakat dalam menggalang dana publik luas sekali.
Namun, ketika menggalang dana publik, lembaga yang melakukan penggalangan dana harus akuntabel (dapat dipertanggung-jawabkan) dan memenuhi hak donor yang harus disampaikan. Jadi, andai kita sebagai pendonor, uangnya dipakai untuk apa saja, sudah disalurkan atau belum dan seterusnya.
Di luar negeri, khususnya di Inggris, undang-undangnya sudah sangat baik dalam mengatur (penggalangan dana publik). Di sana aturannya bagus, dan ada rating bagi lembaga penggalang dana, sehingga publik tahu mana lembaga yang bisa dipercaya dan mana yang tidak. Artinya, ada hak-hak pendonor yang disampaikan sebagaimana mestinya.
Namun Kemensos lamban sekali dalam melakukan amandemen UU itu. Bahkan bukan amandemen, tapi UU-nya sudah harus dirombak total. UU keluaran tahun 1961 sudah sangat tertinggal. Sebab, praktis selama ini penggalangan dana publik untuk bencana atau lain sebagainya diatur oleh UU yang sudah berumur sangat lama yang sudah tak sesuai dengan dinamika yang ada, seperti media sosial dan kondisi masyarakat saat ini. (ade)
Di banyak aksi sosial, terutama di kalangan komunitas tertentu, penggalangan dana sosial umumnya lewat rekening pribadi. Soalnya gerakan tersebut informal dan komunitas SUDAH mempercayai si pengumpul dana. Memang sudah ada aturan penggalangan dana hanya boleh dilakukan lembaga berbadan hukum yang sudah punya ijin dari Kemensos. Namun, untuk komunitas masyarakat biasanya mereka melakukan pengumpulan dana bantuan secara informal.
Persoalan dana bantuan menggunakan rekening Ratna Sarumpaet (RS) ini tidak bisa dipersoalkan jika para donaturnya tidak mempermasalahkannya. Jika para donatur diam, persoalan selesai. Tapi jika para donatur menggugat dan melapor ke polisi yang disertai bukti transfernya ke rekening RS, barulah polisi bisa mengusutnya.
Soal korban tidak menerima bantuan, itu juga bukan masalah. Sebab begitu banyak korban dan publik juga tidak tahu persis berapa jumlah dana yang masuk ke rekening RS. Jangan-jangan dana yang masuk sangat minim sehingga tidak cukup untuk memberi bantuan. Jadi persoalan ini baru bisa diusut jika para donaturnya melapor ke polisi.
Ada pun RS membayar biaya oplas dari rekening tersebut, itu bisa saja terjadi, mengingat di rekening itu juga ada dana pribadi RS dan itu bukan masalah pidana.
Pengacara RS kan SUDAH bicara. RS sendiri kebetulan tidak bisa bicara karena masih ditahan. Agar fair dan transparan, para donaturnya yang bicara, mengingat dana mereka yang dipakai. Saya rasa masyarakat tidak perlu curiga, apalagi jika mereka tidak ikut sebagai donatur. Saya kira biar para donatur yang angkat bicara dalam kasus rekening RS.
Kalau soal berhati-hati agar tak salah mengirim dana bantuan untuk korban bencana, dalam kondisi apa pun masyarakat harus selalu hati-hati agar tidak menjadi korban. (ade)