Susunan kabinet Indonesia Maju yang sudah diumumkan dan dilantik oleh Presiden Jokowi untuk masa jabatan 2019-2024 saya nyatakan pada tim ekonomi kabinet sekarang, cukup kompatibel, tidak cukup capable.
Karena, walapun secara politik pos perindustrian diisi oleh kader Golkar, tetapi tentu saja visi atau persepsi Airlangga Hartaro dan Agus Gumiwang Kartasasmita dalam menggarap bidang Perindustrian akan berbeda. Latar belakang keduanya juga berbeda. Apalagi Agus Gumiwang sebelumnya juga sebagai Menteri Sosial.
Tentu saja butuh waktu bagi keduanya untuk meramu kembali apa yang sudah diamanahkan dalam mandat visi presiden yang sudah diberikan. Terlebih, Persoalan manufaktur kita adalah bukti dari kegagalan Airlangga Hartarto ketika menjabat pada Kabinet Kerja jilid 1.
Sementara Agus Gumiwang tidak paham industri hulu dan hilir serta apa yang harus dilakukan. Hal ini adalah persoalan konsolidasi awal yang menurut saya lemah.
Kedua, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto tidak saya kenal secara pribadi, tapi menurut saya juga cukup lemah. Namun dalam perspektif kebaruan, kita harus lihat dulu kinerjanya. Saya terus terang tidak punya track recordnya. Tidak pernah berbicara soal ekonomi, perdagangan dan industri.
Saya melihat pada kabinet sekarang kepentingan oligarki partai politik (parpol) lebih dominan dibandingkan keahliannya. Kita memang tidak menolak orang-orang parpol karena presiden memang harus mengakomodasi sebagai bentuk dukungan dengan pamrih—inilah politik kita. Hak prerogatif dari presidential system tidak berjalan secara optimal. Jadi tetap ada nuansa transaksional di situ.
Tetapi, memilih right man on the right place itu penting dengan tagline sebagai Kabinet Indonesia Maju. Tanpa itu nonsense, terutama untuk membangun kembali industri kita dan meningkatkan nilai tambah dari hulu ke hilir yang bisa dilakukan secara maksimal, karena kompetensi dan kapasitas menteri-menterinya.
Apabila kemudian kita lihat pada posisi Menteri Keuangan tidak ada perubahan paradigma. Paradigma defisit, paradigma utang, paradigma asing, karena benar-benar sosok menteri yang textbook thingking. Tidak akan bisa melakukan kreasi.
Hal itu adalah bentuk inkapabilitasnya. Tetapi dalam kontek kompatibelnya hal itu menemukan arah yang benar karena ada menteri-menteri baru yang cukup banyak.
Terkait Menteri BUMN, dia punya background swasta atau korporasi. Sementara BUMN punya mandat tersendiri dalam konstitusi kita Pasal 33 UUD 1945.
Apakah BUMN akan dibuat seperti korporasi yang selama ini dia pimpin atau dia kelola, atau dia akan terlebih dulu belajar soal BUMN. Karena, pengalaman sebelumnya menempatkan Menteri BUMN yang berasal dari korporasi, menemukan kegagalan juga. Rini Sumarno adalah orang Astra. Jadi hal ini kembali pada pilihan yang tidak tepat.
Tetapi karena dia timses presiden, maka hal itu adalah akomodasi dari pamrih kemarin. Karna Erick Tohir sendiri sudah “menantang” presiden bahwa yang berkeringat harus mendapatkan jatah. Jadi proses transaksinya semakin kentara. Kita tidak melihat kepentingan nasional menjadi kepentingan yang utama. Lebih banyak kepentingan vested interest kelompok-kelompok tertentu terutama pengusaha di Kabinet.
Idealnya, seorang Menteri BUMN harus orang yang paham tentang BUMN. Terutama yang paham tentang konstitusi ekonomi. Juga, dia harus paham tentang perlunya revisi Undang-undang (UU) BUMN karena problem BUMN adalah pada Undang-Undangnya. Sementara problem ekonomi adalah pada liberalisasi sektor ekonomi nasional yang itu terkait dengan UU sektoral.
Apalagi di Mendikbud, entah kemana arah pendidikan dasar dan menengah akan diarahkan kalau kemudian anak-anak sudah diajar untuk berbisnis sementara dia harus berkarakter dan punya nilai akhlak yang baik. Hal ini yang saya lihat “tidak nyambungnya” kabinet ini. (pso)
Ada beberapa figur menteri yang belum cukup dikenal publik dan relatif baru dalam percaturan kabinet. Juga ada nama yang punya persoalan dengan kinerja yang tidak begitu baik pada kabinet pertama pak Jokowi. Misalnya mantan Menteri Perindustrian yang sekang diberikan posisi sentral menjadi Menko Perekonomian.
Salah satu cara untuk kemudian mendapatkan kepercayaan pasar adalah pak Airlangga harus melepas jabatannya sebagai ketua Umum Golkar. Mungkin salah satu alasan kenapa kinerja dia tidak begitu baik pada kabinet lalu adalah karena alasan rangkap jabatan itu. Apalagi menjadi ketua partai terbesar dan cukup dominan di Indonesia dengan segala dinamikanya.
Sudah seharusnya jika dia ingin menunjukkan kesungguhan maka harus melepas jabatan sebagai ketua umum Golkar.
Pasar juga masih punya memori pada beberapa periode lalu ketika Aburizal Bakrie menjadi Menteri Koordinator Perindustrian merangkap juga sebagai ketua umum Golkar. Ketika itu kinerja nya juga tidak begitu baik, bahkan kemudian direshuffle. Sempat juga memakan korban yakni ibu Sri Mulyani yang tidak cocok chemistry nya dengan Aburizal Bakrie sehingga dia harus “terpental” sebagai pejabat di World Bank.
Hal itu juga yang mungkin menjadi point atau perhatian pasar keuangan kita. Dikihawatirkan nanti ketika Sri mulyani yang seharusnya bisa bekerja dengan baik tetapi karena tidak punya “chemistry” dengan Menko Perekonomian maka bisa jadi timbul kerentanan.
Untuk figur-figur menteri yang lain sepetinya layak diberikan kesempatan. Jika kita lihat masih ada bu Sri Mulyani yang menandakan bahwa kabinet ini bisa langsung bekerja dengan baik dan tidak membutuhkan waktu panjang untuk beradaptasi satu sama lain.
Apalagi Kementerian Keuangan adalah posisi yang cukup sentral untuk menjaga ekonomi Indonesia.
Untuk Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, sebagai figur parpol dan pengusaha mungkin bisa diberikan kepercayaan juga karena kita pun belum banyak tahu bagaimana kinerjanya. Tapi memang sementara ini pasar masih melihat bahwa ini figur parpol. Diharapkan dengan latar belakang pengusaha dia bisa mengetahui bagaimana kondisi industri domestik.
Ada juga figur lain seperti Nadiem Makarim, Erick Tohir, Wishnutama, itu adalah figur-figur profesional yang matang di lapangan dan kemudian jika bertemu dengan figur yang pengalaman di birokrasi seperti Sri Mulyani maka diharapkan berkolaborasi dengan baik.
Figur baru berikutnya seperti Agus Suparmanto yang ditempatkan di Kementerian Perdagangan. Hal ini menarik karena sebenarnya bukan jatah PKB, tetapi yang menarik dari latar belakangnya sebagai pengusaha yang punya konstituen banyak di UMKM.
Mudah-mudahan saja dia figur yang tepat untuk membangkitkan UMKM dalam negeri dan akhirnya kemudian bisa mempunyai peluang untuk ekspor. jadi sebagai bagian dari kompromi politik memang harus ada orang partai, tidak bisa kemudian menghilangkan hal itu sebagai bagian dari kepentingan kestabilan politik.
Pasar akan kembali bereaksi positif apabila para menteri bisa menunjukkan kinerja yang berhasil dalam 100 hari pertama kabinet Indonesia Maju. Serta bisa menunjukkan beberapa arah kebijakan yang jelas. Sehingga kemudian pasar bisa membaca ke depan akan seperti apa.
Intinya memang dari pemilihan anggota kabinet saat ini adalah ketika berbicara mengenai kebijakan. Khususnya kebijakan jangka pendek dalam beberapa waktu ke depan. (pso)
Tantangan tugas dan kerja lebih banyak dibanding waktu tersedia. Kira-kira demikian kondisi yang akan dihadapi para menteri Kabinet Indonesia Maju untuk lima tahun ke depan.
Belajar dari pengalaman para menteri di Kabinet Indonesia Kerja, lima tahun lalu serta di kabinet-kabinet sebelumnya, maka ada beberapa hal yang harus segera disadari oleh para pembantu presiden di Kabinet Indonesia Maju untuk dapat segera merealisasikan amanah presiden Republik Indonesia kurun waktu 2019-2024. Singkatnya para pembantu presiden tersebut harus mampu mewujudkan visi dan misi Presiden Joko Widodo untuk lima tahun ke depan.
Secara ringkas, visi dan misi Presiden Joko Widodo sudah disampaikan pada pidato perdana seusai pelantikkannya 20 Oktober 2019 yaitu: nilai PDB Indonesia pada tahun 2045, seabad Indonesia merdeka, akan mencapai 7 triliun dolar AS sehingga masuk dalam 5 besar kekuatan ekonomi dunia.
Hal tersebut akan diwujudkan melalui: (1). Pembangunan SDM dengan dukungan endowment fund dalam manajemen SDM serta kerjasama dengan industri; (2). Pembangunan infrastruktur yang meningkatkan konektivitas sehingga mempercepat nilai tambah ekonomi rakyat; (3). Deregulasi peraturan yang menghambat investasi dan perekonomian antara lain melalui omnibus law; (4). Penyederhanaan birokrasi pemerintahan yang mendukung investasi dan penciptaan lapangan kerja; serta (5). Transformasi ekonomi yang memberikan nilai tambah optimal terhadap barang dan jasa yang dimanufaktur dari sumberdaya alam Indonesia.
Hari pertama para ketika nmenteri duduk di ruang kerjanya masing-masing akan diperhadapkan banyak hal yang harus dikerjakan. Namun hal pertama yang juga sangat penting harus dimiliki setiap menteri adalah, membuat konektivitas antara lima misi presiden tersebut di atas dengan sektor atau bidang tugas kewenangan masing-masing.
Harus disusun agenda kerja per tahun dengan tema besar untuk lima tahun ke depan. Sehingga jelas target yang ingin dicapai oleh kementerian yang dipimpinnya. Kompetensi dan kepemimpinan seorang menteri menjadi kritikal pada tahap ini. Apabila menteri tersebut tidak mampu memberikan kejelasan konektivitas antara lima misi presiden dengan ruang lingkup kementeriannya maka dipastikan perjalanannya akan berat dan tanpa arah sehingga mudah diintervensi berbagai pihak menurut kepentingan masing-masing.
Secara khusus untuk para pembantu presiden di bidang perekonomian, sudah memiliki tantangan besar yang harus diselesaikan bersama karena berdampak sangat luas ke berbagai sektor, yaitu: defisit neraca berjalan (Current Account Deficit). Berbagai program sudah disusun terkait hal itu namun yang menjadi tantangan adalah sinergitas eksekusi program antara menko perekonomian serta menko maritim dan investasi di tengah situasi perekonomian global yang cenderung tidak menguntungkan Indonesia. Sebagai contoh pengurangan impor migas dengan program biodiesel B30 serta program kendaraan listrik. Semoga hal itu dapat diwujudkan karena kedua menko berasal dari partai yang sama.
Mengenai reaksi pasar terhadap susunan Kabinet Indonesia Maju masih dipahami sebagai dinamika responsif sesaat karena yang lebih penting ditunggu pasar adalah kebijakan dan eksekusi program-program ekonomi Kabinet Indonesia Maju. Hal ini setidaknya baru akan mulai terlihat dalam 3-4 bulan mendatang. Secara khusus pasar pasti akan menantikan langkah Erick Thohir sebagai menteri BUMN, apakah akan melanjutkan program-program menteri BUMN terdahulu atau muncul dengan kebijakan baru?
Pembentukan kabinet sudah menjadi semacam reality show di Indonesia. Selama beberapa pekan terakhir, semua mata di Indonesia tertuju pada pembentukan kabinet, sampai-sampai banyak beredar viral di medsos bermacam versi susunan kabinet Jokowi-Ma’ruf. Sekarang saatnya para pembantu presiden bekerja dengan prioritas secara cermat dan cekatan mewujudkan visi dan misi presiden dalam satu komando yaitu komando presiden bukan pihak lainnya. Semoga Indonesia benar-benar maju di mana segenap rakyatnya sejahtera bukan hanya para elitnya.(pso)